Etika Pers dan Sensitivitas Agama dalam Penyiaran Televisi (Studi Kasus Tayangan Trans7 tentang Pondok Pesantren dan Kyai)
DOI:
https://doi.org/10.56146/dakwatussifa.v4i2.321Keywords:
etika pers, sensitivitas agama, penyiaran televisi, kebebasan pers, tanggung jawab sosialAbstract
Jurnal ini membahas pentingnya penerapan etika pers dan sensitivitas agama dalam praktik penyiaran televisi di Indonesia, dengan studi kasus pada tayangan Xpose Uncensored Trans7 yang menimbulkan kontroversi karena dianggap mendiskreditkan pondok pesantren dan para kyai. Melalui analisis terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Kode Etik Jurnalistik (KEJ), serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3–SPS), penelitian ini menyoroti pelanggaran etika berupa ketidakseimbangan informasi, kurangnya verifikasi, serta minimnya kepekaan terhadap nilai-nilai keagamaan. Hasil analisis menunjukkan bahwa tayangan tersebut tidak memenuhi prinsip cover both sides dan menimbulkan stigma negatif terhadap lembaga keagamaan. Reaksi publik yang kuat menunjukkan perlunya penguatan fungsi edukatif dan tanggung jawab sosial media agar kebebasan pers tetap berjalan dalam koridor moral dan hukum. Artikel ini menegaskan bahwa kebebasan pers harus diimbangi dengan tanggung jawab etis untuk menjaga harmoni sosial, menghormati nilai agama, dan melindungi martabat tokoh keagamaan.


